Senin, 26 November 2018

#Freewriting

Kota Hujan : Alasanku Tetap Bertahan

Mungkin benar, teman yang paling setia di kota ini hanya hujan. Meski rasanya sudah ribuan kali dicampakkan, hujan akan tetap romantis. Dia akan tetap saja memberi minum pada penghuni bumi, membasahi tumbuhan yang dahaga akibat memasak terlalu banyak makanan bagi manusia. Begitulah namanya kawan, tulus apa adanya.

Empat tahun lalu, ada mereka yang seperti hujan, tapi menghangatkan. Rasanya seperti hujan musim panas, penghilang segala dahaga, sekaligus mengobati berbagai luka. Hujan yang seperti masa kanak-kanak, berlarian kesana kemari, bahagia rasanya menikmati turunya barokah dari Sang Maha Kuasa. Begitulah namanya kawan, dulu mereka-lah alasan untuk bertahan.

Lantas, hujan menjadi kambing hitam. Berbagai macam problema hadir, ”Duh gara-gara hujan terus-menerus, banjirlah sudah!!” cibir mencibir pun menjadi hal biasa. Hujan lagi dan lagi yang membuat hawa panas di dalam tubuh menjadi-jadi. Padahal... bukan hujan yang menyebabkan segala problema, tetapi keserakahan diri, kelalaian hati.

Sudah empat tahun berlalu, hujan akan tetap sama, kawan. Dia akan tetap romantis, berkahnya menjadi kesegaran bagi seluruh alam. Termasuk hati-hati kita. Karena ternyata, bukan hujan yang patut kita salahkan, melainkan noda-noda hitam yang kian tak kunjung hilang. Malahan semakin banyak dan menjadi-jadi tebalnya.

Kini, semua sudah berlalu. Hujan akan tetap tulus membasuh noda hitam itu. Tetapi jejak kita pun sudah terhapus oleh waktu. Saatnya mengukir kembali jejak pada jalan kita sendiri. Jadikan noda hitam itu menjadi tinta baru bagi warna dalam hidup kita. Noda hitam dibadan, kini menjadi tapak suci yang kita injak di dampal kaki. Tenang kawan, hujan akan tetap sama. Artinya kita pun juga.

Hujan...
Kau selalu memberiku alasan untuk bertahan.
Ditengah rintik yang menampakkan kesedihan dan kebahagiaan

Bogor,

26 November 2018
Saat hujan membasahi kolbu, membangun romantisme alam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar