Kamis, 27 Februari 2020

#Freewriting


Kamu Kuat !

4 year ago.
Rasanya begitu bahagia menatap langit. Biru yang meneduhkan pandangan dan putih yang menggambarkan keikhlasan. Bagi kami siang itu, di atas rerumputan hijau dan di bawah rindangannya pepohonan, langit tengah bercerita tentang suatu makna kehidupan. Yang baru hari ini, 4 tahun kemudian, aku memahami makna dibalik semuanya.

Now.
Kini aku mengerti.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa Pria adalah atap sebuah keluarga. Apabila atapnya bolong, bocor sudah rumah yang mereka huni, apalagi tanpa atap. Atap yang kokoh disertai penyangga yang kuat (Wanita) sangat dibutuhkan untuk membantu terwujudnya keutuhan dalam keluarga. Tentu atap yang diharapakan bukanlah atap yang panas dan kotor, melainkan teduh dan bersih, layaknya langit. 

Harapannya, seorang Laki-laki apalagi Ayah dapat menjadi tempat kedua setelah Allah untuk berlindung dari berbagai terik dan hujan. Menyejukkan, menenangkan, dan menjaga tanpa pamrih (ikhlas). Sehingga tidak ada sedikitpun sarang laba-laba yang mampu bertahan disana. Terlalu berharga untuk dibiarkan kotor begitu saja. 

Bagaimana jika langitnya mendung?
Ibarat sebuah atap yang mulai koyah, sering dilukai, terkena berbagai hujan dan badai. Maka adakalahnya hujan pun akan turun dari langit menebus atap yang compang camping. siapa yang akan bertanggung jawab? semua. semua penghuni dibawah atap akan saling bergotong royong memperbaikinya, menyembuhkan setiap lukanya. Tentu akan sangat dibutuhkan bagi si atap. dia tidak akan bisa pulih seorang diri. dia menerima setiap rangkulan kebaikan dari keluarganya.

Next.
Kapanpun Kamu akan menjadi sebuah atap.
Semoga kamu tetap kuat !
InsyaAllah kamu tidak sendiri.
Ada Allah yang berkhendak atas segala sesuatu.
Ada kami, keluarga kecilmu yang akan selalu memelukmu, membersamai dalam suka dan duka.
Yakinlah..

Bogor,
27 Feb 2020
Merindukan atap ?
Sudahkah kokoh untuk menjadi penyangga ?
Intropeksi diri !

Selasa, 11 Februari 2020

Antalogi Sastra

Aku malu mendoakanmu.

Aku malu untuk berbisik padaMu,
Tentang sebuah doa yang sudah lama tersimpan dalam kalbu.

Aku malu untuk bercerita padaMu,
Tentang seseorang yang pernah singgah dalam list doa harianku.

Aku malu untuk meminta padaMu,
Tentang sebuah nama yang aku harapkan menemui orangtuaku.

Aku malu sungguh malu.
Karena banyak dosa yang tidak sebanding dengan pintaku.

Aku malu, 
Karena bisa jadi, seseorang yang ku pinta bukanlah jodohku.

Lantas, 
Rasa malu membuatku semakin yakin,
bahwa kita cukup mendoa tanpa sebuah nama,
sebuah doa agar Allah selalu menjaga kita tetap berada dibawah Ridho-Nya.

Aku malu, lantas ku berbisik,
Allah...
Biarkan jodohku tidak perlu mengkhawatirkan jodohnya.
Karena jodoh, InsyaAllah tidak akan tertukar.

NB : Saat ini, mari khawatirkan tentang iman kita hari ini :")

#Freewriting


Bersemi : Setelah Kemarau dan Badai Menerpa

Siklus kehidupan ibarat roda waktu bagi sekuntum bunga di negara empat musim.
Adakalanya ia tampak cantik mempesona, tak lama kemudian gugur dihembus angin, kemudian tandus terabaikan.

Semua berawal dari waktu ia tumbuh, dari sebuah bibit, menjulang kokoh menguatkan akar, kemudian sejengkal demi sejengkal, tubuhnya meninggih gagah di bawah mentari. 

Dahan yang mulai rimbun membuat bayang yang bersahaja, begitu banyak manusia berteduh di sana, tertawa bahagia bersama keluarga tercinta, menjadi saksi sejarah silih bergantinya masa indah, hingga waktu yang mengerikan muncul jua.

Setiap makhluk memiliki waktu untuk hidup, begitupula mati. sudah sewajarnya ia menghargai nikmat yang berlimpah di waktu yang lalu. kini waktunya ia di uji, merasakan pahit getir kehidupan sesungguhnya, berat terasa satu demi satu dahannya mulai layu, kering, dan gugur diterpa angin. 

Hingga ranting, kering kerontang. dahaga tak tertahan, dingin yang menyiksa, dahan lebat itu adalah penghangat terbaik pada masanya. Kini, ia sendiri, terabaikan dan sepi. tidak ada satupun yang peduli betapa ia kedinginan, betapa ia merindukan masa sahajanya dahulu. ia hanya memiliki dua pilihan, syukur dan sabar. hingga waktu indah, bertandang menyapa.

Bersemi, begitu mereka menggaungkannya, dimana ia mulai tumbuh kembali, bahkan jauh lebih indah, bermekar bunga aneka warnanya. Ah.. kini segala jerih payahnya menahan perih dan sepi berubah menjadi bahagia tak bertepi. tapi kini ia sudah lebih mampu memaknai, dimana setiap diri akan merasakan peputaran waktu yang pasti.

Tumbuh, Bermekaran, Kemudian, Mati.