Penting Katamu, Satu Visi!
“Aku tuh butuh yang satu visi, Kak Dan,” seseorang menggebrak meja
kantin tepat dimana aku duduk. Tatapannya tajam, rasanya batin yang berbicara
tadi itu, bukan sekedar angan-angan.
“Astagfirullah, sabar
sabar, apanya yang satu visi? Calon suami?” jawabku dengan sedikit bualan untuk
sekedar mencairkan larva panas di dalam hatinya. Sebelum akhirnya benar-benar
meledak.
Dua bibir yang sedari tadi
menga-nga berubah menjadi corong panjang, “hiiiii kamu tuh nggak ngerti banget
yang aku omongin kemarin. Ini tentang masa depan himpunan Kak, bukan nikah,”
dia duduk di depan bangku kosong sambil melipat kedua tangannya di dada, seperti
bersedekap.
“Oh itu.. iyah aku inget.
Bener kok prinsip kamu itu, harus satu visi, kan? Visi kamu dan ketua himpunan
kamu itu harus sama, biar jalannya enak, biar prosesnya menjadi berpahala,” sahut
sambil menganggukkan kepala tanda paham.
Ternyata bukan nikah aja yang butuh satu visi, loh.
Dalam perjuangan apapun dengan saudara-saudara kita, kita butuh menyatukan
visi. Visi kita untuk Allah.
“Iyah itu maksud aku. Padahal
aku udah tanya ke dia, apa alasan dia calonin diri jadi kahim (ketua himpunan).
Tapi dari jawabannya itu aku sadar kalau kita emang enggak satu visi. Aku tuh
pengen banget bikin himpunan ini jadi lebih baik,” muka tegangnya berubah
menjadi bayang-bayang kesedihan.
Padahal sederhana sekali
visi si adik kecil ini (begitu sebutanku untuknya). Ia hanya ingin perubahan
yang berarti (kebaikan).
“Sok atuh deh kamu bilang
ke kahim kamu langsung, dia setuju enggak sama ide-ide yang kamu bawa,” jawab
aku sekenanya.
“Tapi.. kalau dia
ternyata enggak bener-bener serius nanggepin ide aku gimana? Aku harus gimana?”
putus sudah harapan, pikirnya.
“Masih ada jalan
InsyaAllah, kalau memang akhirnya kalian tidak se-visi. Maka kamu harus tetap
membersamainya, membantunya menemukan jalan menuju visi yang kamu harapkan. Temani
dia mengenal hangatnya aturan-aturan Islam lewat setiap gerak-gerik kamu
disana. InsyaAllah niat baik kamu akan tetap Allah balas,”
“Hmm.. baiklah. Aku coba
untuk tetap bertahan, walau sakit rasanya enggak bisa berbuat banyak untuk perbaikan
himpunan,”
Perbincangan hari itu
kita tutup dengan dua mangkok bakso super pedas. Kata orang, kalau lagi ngebul kepalanya, enak makan bakso, biar
kebulan-nya cepet hilang dan kembali
normal.
Jadi, meskipun rasanya
pemimpin kita tidak satu visi dalam kebaikan (InsyaAllah) dengan kita. Maka,
bertahanlah, jadilah perantara hidayah Allah untuknya. Karena mungkin hari ini
dia bisa saja mengatakan ‘Tidak’, tapi esok hari Allah mengkhendaki hatinya
untuk menjawab ‘Ya’ dengan ajakan kebaikanmu.
Tetap berjuang
saudaraku!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar