Senin, 26 November 2018

Celotehan Enam : Bukan Hanya Nikah yang Satu Visi


Penting Katamu, Satu Visi!

“Aku tuh butuh yang satu visi, Kak Dan,” seseorang menggebrak meja kantin tepat dimana aku duduk. Tatapannya tajam, rasanya batin yang berbicara tadi itu, bukan sekedar angan-angan.

“Astagfirullah, sabar sabar, apanya yang satu visi? Calon suami?” jawabku dengan sedikit bualan untuk sekedar mencairkan larva panas di dalam hatinya. Sebelum akhirnya benar-benar meledak.

Dua bibir yang sedari tadi menga-nga berubah menjadi corong panjang, “hiiiii kamu tuh nggak ngerti banget yang aku omongin kemarin. Ini tentang masa depan himpunan Kak, bukan nikah,” dia duduk di depan bangku kosong sambil melipat kedua tangannya di dada, seperti bersedekap.

“Oh itu.. iyah aku inget. Bener kok prinsip kamu itu, harus satu visi, kan? Visi kamu dan ketua himpunan kamu itu harus sama, biar jalannya enak, biar prosesnya menjadi berpahala,” sahut sambil menganggukkan kepala tanda paham.

Ternyata bukan nikah aja yang butuh satu visi, loh. Dalam perjuangan apapun dengan saudara-saudara kita, kita butuh menyatukan visi. Visi kita untuk Allah.

“Iyah itu maksud aku. Padahal aku udah tanya ke dia, apa alasan dia calonin diri jadi kahim (ketua himpunan). Tapi dari jawabannya itu aku sadar kalau kita emang enggak satu visi. Aku tuh pengen banget bikin himpunan ini jadi lebih baik,” muka tegangnya berubah menjadi bayang-bayang kesedihan.

Padahal sederhana sekali visi si adik kecil ini (begitu sebutanku untuknya). Ia hanya ingin perubahan yang berarti (kebaikan).

“Sok atuh deh kamu bilang ke kahim kamu langsung, dia setuju enggak sama ide-ide yang kamu bawa,” jawab aku sekenanya.

“Tapi.. kalau dia ternyata enggak bener-bener serius nanggepin ide aku gimana? Aku harus gimana?” putus sudah harapan, pikirnya.

“Masih ada jalan InsyaAllah, kalau memang akhirnya kalian tidak se-visi. Maka kamu harus tetap membersamainya, membantunya menemukan jalan menuju visi yang kamu harapkan. Temani dia mengenal hangatnya aturan-aturan Islam lewat setiap gerak-gerik kamu disana. InsyaAllah niat baik kamu akan tetap Allah balas,”

“Hmm.. baiklah. Aku coba untuk tetap bertahan, walau sakit rasanya enggak bisa berbuat banyak untuk perbaikan himpunan,”

Perbincangan hari itu kita tutup dengan dua mangkok bakso super pedas. Kata orang, kalau lagi ngebul kepalanya, enak makan bakso, biar kebulan-nya cepet hilang dan kembali normal.

Jadi, meskipun rasanya pemimpin kita tidak satu visi dalam kebaikan (InsyaAllah) dengan kita. Maka, bertahanlah, jadilah perantara hidayah Allah untuknya. Karena mungkin hari ini dia bisa saja mengatakan ‘Tidak’, tapi esok hari Allah mengkhendaki hatinya untuk menjawab ‘Ya’ dengan ajakan kebaikanmu.

Tetap berjuang saudaraku!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar