Kamis, 14 Juli 2016

Celotehan Lima : Bahasan Nge-trend (Bukan Curcol!)


Gambar 1 : Ilustrasi gambar pembuka



Ada Apa dengan Nikah??

Satu-dua hari belakangan ini lagi heboh banget komik tentang nikah. Banyak yang akhirnya terpancing untuk nikah muda. Atau lebih tepatnya terdorong untuk segera melamar calon bidadari idaman. Lucu juga yaa. Saya tertarik sekali bahas masalah ini. Masalah nikah(!).

Nikah Muda?

Salah satu alasan terkuat seseorang menikah adalah menyempurnakan sebagian agama. Namun ada juga yang beralasan bahwa menikah adalah cara melindungi diri dari hawa nafsu (bisa disamakan dengan menjaga diri dari segala macam bentuk zina). Lantas apakah yang mendorong seseorang menikah se-dini mungkin? Yang jelas, jawabannya ada pada hati dan diri kalian masing-masing :D (jawaban subjektif)
Gambar 2 : Ilustrasi gambar, mau nikah belum direstui ayah


Apakah kata Ilmu Keluarga?

Setiap orang memiliki tugas perkembangan masing-masing pada fase tertentu (dalam teori perkembangan manusia). Salah satu tugas perkembangan yang harus dipersiapkan (bahkan sejak remaja) adalah mempersiapkan perkawinan dan hidup berkeluarga. Mengapa demikian? Saat remaja, seseorang memasuki fase “baligh”. Ada perkembangan yang sangat pesat dari segi fisik dan reproduksi. Artinya dari mulai remaja, seseorang sudah mampu menikah secara biologis. Itulah mengapa pernikahan dini diperbolehkan. Eits.. bukan berarti sejak SD (ketika masa baligh lebih cepat) sudah boleh menikah yaa.. Kan sayang atuh waktu sekolahnya.

 Ketika seorang individu memasuki masa dewasa, maka tugas perkembangan yang harus di capai bukan lagi mempersiapkan pernikahan. Tetapi, saat kita usia dewasa muda (berkisar 20-40 tahun), seorang individu sudah harus mencari pasangan, memulai hidup berkeluarga, membesarkan anak, bahkan hingga mampu mengatur urusan rumah tangganya. Lebih rumit kan? But tenang saja kawan. Masa ini lamanya hingga 20 tahun kok. Ahay.. 

Jadi sebenarnya,

Nikah muda bukan perihal MAU tapi sudah harus SIAP. Jika kita hanya berfikir “ingin” menikah. Sebenarnya sejak kita SMP pun sudah bisa menikah. Namun yang diinginkan dalam pernikahan bukan hanya perihal memperbanyak keturunan. Melainkan memperbaiki kualitas keturunan. Memikirkan secara matang tujuan pernikahan tersebut dan bagaimana kehidupan selepas pernikahan. Meskipun saat ini banyak sekali pasangan muda yang memasang kemesraan di sosial media. Seakan-akan menikah itu selalu membahagiakan. Eits.. tenang (lagi). Selama Allah yang menjadi landasan sebuah pernikahan, maka hal yang tidak membahagiakan secara lahir, akan tetap memberikan keberkahan secara batin. Mantep kan(!)

Gambar 3 : Ilustrasi gambar, Mau nikah apa Siap nikah?

Bagaimana dengan penulis?

Mohon maaf jika saya terkesan sok tau. Sejujurnya saya memang belum menikah. Namun rasanya, ada sedikit kebahagiaan yang saya ingin bagikan kepada saudara sekalian (baik yang sudah menikah ataupun belum menikah). Bahagia kenapa? Alhamdulillah, saya bahagia karena Allah SWT izinkan saya menyelami dunia keluarga dan anak selama 3,5 tahun. Allah..

Saya hanya terkagum-kagum dengan keberanian kalian yang menikah muda. Perihal menikah bukanlah sesuatu yang terlihat mudah. Ngelamar anak orang, ijab kabul, pacaran setelah nikah, hidup bersama, udah. Hmm.. terlihat bahagia ya (semoga Allah selalu memberkahi). Apalagi menyaksikan keindahan rumah tangga Rasulullah SAW dalam setiap lembaran sejarah beliau. Lebih-lebih lagi saya terkagum-kagum (MasyaAllah). Nikmat memang menikah muda. Lebih awal ngambil jatah pahala nya (sunnah-sunnah Rasulullah SAW yang hanya dapat dirasakan pahalanya bagi mereka yang sudah menikah). Hihihi jadi ngalor ngidul :p 

Alhamdulillah..
Intinya semoga curhatan saya ini bermanfaat. Atau paling tidak menjadi hiburan saudara-saudara. 

Afwan minkum.
Umi Azizah M

Rabu, 13 Juli 2016

Celotehan Empat : Anak ingusan bicara parenting



FATHERHOOD
(Peran Ayah dalam Pendidikan Anak)

Gambar 1 : Ilustrasi Gambar


Apakah kamu pernah menghabiskan sebagian hidup mu bersama ayah?

“Aku pernah. Seperempat hidup ku saat sekolah dasar dulu, aku habiskan bersama ayah. Figur ayah yang bersahaja dan tidak banyak menuntut kepada ku. Tidak banyak yang aku ingat saat aku bersama ayah. Dulu, aku selalu diantarkan ayah ke sekolah menggunakan sepeda ontel tuanya. Bahkan sebagian besar urusan sekolah ku, selalu dibantu oleh ayah.” (sekilah cerita pengantar)


Betapa bahagianya sang anak saat ia mendapati figur ayah dalam kehidupnya. Sosok yang bersahaja, tenang, dan bijaksana ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan anak. Figur ayah akan menjadi role model terbaik bagi anak-anak. Sejak usia 2 – 6 tahun (Immitative age), anak akan mengembangkan pola pikir nya dan belajar dengan cara meniru orang-orang di sekeliling mereka. Jika mereka mendapatkan role model yang baik, maka dapat di pastikan anak akan menampakkan prilaku yang serupa (baik pula). Itu semua tergantung dari kedua orangtua nya, terutama ayah.

Mengapa Ayah?

Pengaruh figur ayah dalam proses tumbuh kembang anak terutama pada dunia pendidikan sangatlah besar. Hal ini tidak hanya dibuktikan oleh penelitian-penelitian barat namun juga telah banyak dituturkan dalam Al-qur’an. Allah SWT telah memberikan porsi yang seimbang dalam pengasuhan anak, yaitu ibu mengandung dan ayah mendidik anak. Dalam Al-qur’an, bukan ibu yang banyak disebutkan sebagai madrasatul ula, melainkan figur ayah hebat- lah yang banyak diceritakan. Contoh yang paling mansyur adalah pengajaran akidah, berbakti kepada kedua orangtua, amar maruf nahi munkar, kesabaran, ibadah, dan adab-adab mulia lainnya yang diberikan oleh Luqman al-Hakim kepada anaknya. Kisah ini banyak di ceritakan dalam QS. Luqman ayat  13 – 19. Selain itu contoh pengajaran antara ayah dan anak lainnya dapat ditemukan dari sosok Ibrahim as. kepada Ismail as., Yakub as. kepada putra-putranya, dan Luth as. kepada putri-putrinya.

Figur ayah mendapatkan perhatian khusus dalam sebuah penelitian seorang sosiolog Amerika, Dr David Popenoe, tentang peran ayah dalam pendidikan anak (fatherhood), menyebutkan bahwa ayah yang ikut melibatkan diri secara aktif dalam mendidik anak akan membawa keuntungan positif yang tidak dapat dilakukan orang lain. Keuntungan positif yang di dapatkan menurut analisa Kyle D. Pruett (dalam bukunya yang berjudul Fatherneed : Why Father Care is as Essential as Mother Care for Your Child) ialah pendidikan anak menjadi lebih baik dengan meningkatnya kecerdasan  (Intelligence Quotient) anak, anak lebih siap secara mental, lebih stabil secara emosional, dan kecil kemungkinan mengalami depresi. 

Istimewa nya seorang ayah adalah ia mampu mengajarkan sikap individualitas terhadap anak-anak mereka. Anak yang tidak memiliki sikap individualitas, maka anak akan cenderung tidak memiliki ego. Anak tidak memiliki keberanian untuk berbeda dengan lingkungan sosialnya. Sedangkan pengasuhan dari ibu cenderung membangun sosiabilitas anak. Ibu akan mendidik anak menjadi ramah dan mudah diterima dalam masyarakat. Sehingga jika figur ayah tidak didapatkan, maka anak akan mudah menerima setiap pengaruh pergaulan dari lingkungannya. Anak akan menjadi kompromistis (mudah berkompromi) dengan pergaulan buruk yang ditawarkan teman-temannya. Ini-lah salah satu penyebablkan timbulnya kenakalan remaja, pergaulan bebas, narkoba, dan sebagainya.

Beginilah Nabi SAW bersama para cucunya

Sebuah teladan indah telah digambarkan dalam diri Muahmmad SAW. Semasa Hasan dan Husein (kedua cucu Nabi SAW) masih kecil, Nabi SAW selalu menyediakan waktu untuk memberikan pendidikan kepada kedua cucunya sebagaimana beliau meluangkan waktu untuk tugas-tugasnya yang lain. Bahkan saat beliau hendak beribadah kepada Allah, Nabi SAW tidak menyuruh orang lain untuk menjaga kedua cucunya, melainkan beliau menggendongnya dan membiarkan keduanya bermain saat beliau sedang sholat (dalam sebuah riwayat hadist). Bagi Rasulullah SAW, setiap waktu yang dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik mereka, termasuk waktu saat beliau beribadah (sholat).

Seperti yang dicontohkan Nabi SAW, bahwa peran seorang ayah sangatlah penting dalam pendidikan anak-anaknya. Maka sudah sepatutnya, kedua orangtua memberikan pendidikan terbaik bagi buah hatinya serta meluangkan waktu untuk memberikan pengajaran dan teladan bagi mereka. Karena anak akan menjadi aset bagi kedua orangtuanya, dalam sebuah hadist diriwayatkan bahwa “Apabila seorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR Muslim)


( Sumber : Materi kuliah, inspirasi dari abstrak, beberapa artikel dari mbah google.)
Semoga bermanfaat dan bisa saling mengamalkan.
Umi Azizah M

Minggu, 10 Juli 2016

Catatan Kegalauan #1


Kecewa pada Allah??

Pernah kah kau bertanya pada dirimu, "Apakah Allah ridho dengan jalanku?"


Ilustrasi Gambar
Kali ini sebuah pengumuman menamparku. Berkali-kali aku pastikan kebenaran berita tersebut. "Ah, mungkin ini panitia nya yang salah ketik atau kelalaian peng-input data." Apa yang salah dengan data yang sudah ku isikan pada laman pendaftaran itu. Aku sudah mengisikannya dengan sungguh-sungguh. "Mengapa aku tidak lolos?!" keluhku berkali-kali. Semakin ku keluhkan, semakin menyesakkan dada.  Tidak ada yang salah dari pengumuman itu, meskipun kenyataannya satu pintu telah tertutup untuk merancang masa depanku. (Ilustrasi cerita)

Satu-dua kali kita pernah merasa kecewa dengan takdir. Ada masa dimana kita selalu merasa benar di atas kelalaian orang lain. Berusaha membela diri untuk menenangkan hati yang tidak puas. Ada juga kalanya rencana hidup kita tidak sesuai dengan harapan. Padahal sudah jatuh-bangun kita usahakan impian-impian itu. Namun nyatanya hanya kelelahan dan rasa jenuh yang kita dapatkan. Lagi-lagi manusia akan kembali ke pada fitrah yang sebenarnya, banyak berkeluh kesah dan kikir.

Sampai kepada titik puncak ketidakpuasaan manusia pada Penciptanya, "Mengapa Allah tidak Adil?." Menyalahkan takdir yang sesungguhnya sudah Allah tuliskan untuk kebaikan setiap hamba-Nya. Menghardik doa-doa yang tidak pernah dipanjatkan, namun memaksakan untuk di kabulkan. Bagaimana bisa? Bayangkan oleh kita yang terkadang merasa angkuh dengan setiap rencana yang sudah kita susun dengan matang. Kita merasa bahwa intelektual dan kemampuan kita mampu melangkahi khendak Allah. Sungguh, manusia itu kerdil bahkan sampai kepada hatinya.

Tidak kah kita sadar bahwa diri ini begitu lemah. Tidak sedikit pun kita mampu berkuasa atas kebaikan-kebaikan yang telah kita dapatkan. Sungguh Allah telah memberikan yang terbaik bagi kehidupan kita. Sesuatu yang kita pandang buruk dan mengecewakan bisa jadi menyimpan rahasia besar bagi kehidupan kita nanti. Ada kebaikan-kebaikan lain yang bisa kita dapatkan dari pintu-pintu keridhoan Allah. Bukankah Allah telah peringatkan (Q.S. Al Baqarah ayat 216)   

" Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. "

Maka berprasangka baik-lah pada setiap rencana Allah untuk mu. Sudah semestinya manusia tidak banyak menuntut dalam doa. Melainkan kita pasrahkan segala ketidakberdayaan kita hanya kepada Allah. Indah bukan, saat rencana kita dan MAU nya Allah untuk kita sejalan dan seirama? maka saat itu terjadi, semoga Allah selalu melingkupi hidup kita dengan Rahmat dan Keridhoan-Nya..

Allah...
Iringi langkahku dengan ridho-Mu.
Umi Azizah M