Mencintai Ketidaksempurnaan
Malam ini, langit tidak seterang biasanya. Bintang pun
enggan berkelap-kelip. Dan bulan lebih memilih untuk tenggelam dalam
kesendirian. Bila aku harus menjadi bulan, entah apakah aku akan sanggup
tersenyum sendiri di tengah gemuruhnya langit malam?
Bahkan siang ini, mentari tidak seperkasa biasanya. Ia lebih
memilih mengintip dari balik gundukan langit berwarna hitam. Sesekali kilat
mulai memainkan akrobat cahaya. Dan lagi-lagi gemuruh menambah keruh suasana.
Bila aku harus menjadi matahari, entah apakah aku akan tetap perkasa di tengah
gundukan awan hitam?
Lantas aku tidak pernah mau memilih menjadi keduanya. Aku selalu
bermimpi berada di bawah bintang-gemintang atau di tengah bulan purnama. Aku
selalu merasa bahwa langit biru esok akan baik-baik saja, tidak ada akrobat
langit yang membuatnya tampak bersedih dan suram. Aku dan aku selalu berharap
bahwa dunia akan selalu tampak indah di mataku.
Mereka bilang aku egois? Bahkan mungkin ada seorang di
belahan bumi sana yang tak mampu menyaksikan indahnya pesona malam. Atau tidak
mampu merasakan hangatnya mentari pagi. Tidak kuasa mendengar suara-suara kicau
burung yang melantunkan lagu kedamaian. Dan tidak mampu bahkan membuka jendela
pengap kamar bercat putih itu. Mereka bilang aku egois? Aku kira, mungkin aku
tidak pernah tau bagaimana rasanya menjadi mereka.
***
Pagi ini, aku termangu dengan keindahan ciptaan Allah yang tidak
sempurna. Ia ku temukan dalam kerumuan manusia yang berlomba-lomba dalam
kebaiakan. Hari ini, semua mahasiswa memindahkan barang-barang mereka untuk
menetap di asrama. Tidak ada yang aneh dari kegiatan yang sudah berlangsung
selama dua hari belakangan ini. Tapi sosok pria itu mengalihkan fikiranku.
Ia berjalan dengan sedikit memicingkan kakinya. Tampak sigap
mengangkat barang-barang adik perempuannya. Aku tidak menemukannya dihadapan
ku. Ia memilih duduk di depan asrama ini. Selintas aku memerhatikan kondisi
tubuhnya. Sempurna? Tampan? Jelas merupakan impian banyak laki-laki saat ini. Tampak
gagah di hadapan wanita tercinta. Atau mungkin hanya sekedar lebih
memaksimalkan kebermanfaatannya bagi keluarga pertamanya. Bukan maunya? Tapi Allah
lebih mencintainya dalam ketidaksempurnaan fisiknya.
Aku lagi-lagi termangu. Sepintas fikiran memaksaku
mengalihkan segala fokus. Lantas aku beristighfar. Jika selama ini aku
membayangkan sosok parengan gagah nan tampan dan soleh meminangku kelak. Aku membayangkan
sosok yang mandiri dan penuh tanggungjawab akan membawaku pada singgah sana
dunia-akhirat. Namun, saat aku memandangnya. Lantas aku merasa sangat hina. Merasa
sangat tidak pantas mengharapkan apa yang selama ini aku impikan.
Mencintai ketidaksempurnaan?
Aku hanya berfikir. Apakah ia juga mendambakan sosok
bidadari idaman yang kelak akan menemani sisa waktunya? Sedangkan ia merupakan
pangeran yang tidak seperti dongeng-dongeng di negeri impian? Ah.. jika aku menjadi ia. Mungkin
aku tidak akan pernah membayangkan yang demikian. Bagiku sempurna bukan hanya
dari yang tampak, namun dari apa yang tersembunyi. Dalam fitrah suci manusia.
Ketidaksempurnaan fisik dan kesempurnaan hati. begitulah
kisah cinderella dan pangeran yang mungkin diharapkan mereka (atau bahkan
kita). Menanti seseorang yang mencintainya dengan cara yang sempurna meskipun
ia tidak sempurna. Bagiku itulah keindahan yang sesungguhnya. Meskipun
terkadang kita tidak mengerti bagaimana menemukannya.
Bagai punuk merindukan bulan.
Bahkan bulan, tidak pernah ingin seorang diri.
Jadilah punuk menjadi teman sehidup semati.
***
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.
Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim)
Allah Maha Indah. Maha Sempurna Keindahannya. Sudah
seharusnya manusia mencintai keindahan. Merenungi indahnya ciptaan-ciptaan Sang
Khalik. Namun tidak melulu sesuatu yang indah itu harus sempurna (kecuali Allah
SWT). Layaknya bulan yang indah, namun nyatanya ia tidak sesempurna
keindahannya yang terlihat dari jauh. Atau layaknya gunung yang gagah tetapi ia
menyimpan berjuta rahasia ketidaksempurnaannya. Lantas, apakah harus sempurna
untuk menjadi indah?
Fitrah itu suci. Berasal dari muara yang awalnya bersih. Tidak
tersentuh oleh kotoran-kotoran duniawi. Lantas, indah dipandangan adalah akibat
dari kesucian nurani. Sehingga mencintai ketidaksempurnaan adalah bentuk
keindahan sejati. Tidak ada makhluk yang sempurna kecuali Allah yang Maha
Sempurna. Ini sebagai pelajaran bahwa tidak ada satupun makhluk yang mampu
menandingi keindahan Sang Maha Pencipta jagat raya. Lantas, apakah bisa kita
tidak mencinta? Sedangkan di dunia ini tidaklah ada manusia yang sempurna.
Bidadari yang jauh dari sempurna,
Umi Azizah M (Al_izzah)