Jumat, 26 Agustus 2016

Catatan Kegalauan #2



Mencintai Ketidaksempurnaan 

Malam ini, langit tidak seterang biasanya. Bintang pun enggan berkelap-kelip. Dan bulan lebih memilih untuk tenggelam dalam kesendirian. Bila aku harus menjadi bulan, entah apakah aku akan sanggup tersenyum sendiri di tengah gemuruhnya langit malam?
Bahkan siang ini, mentari tidak seperkasa biasanya. Ia lebih memilih mengintip dari balik gundukan langit berwarna hitam. Sesekali kilat mulai memainkan akrobat cahaya. Dan lagi-lagi gemuruh menambah keruh suasana. Bila aku harus menjadi matahari, entah apakah aku akan tetap perkasa di tengah gundukan awan hitam?

Lantas aku tidak pernah mau memilih menjadi keduanya. Aku selalu bermimpi berada di bawah bintang-gemintang atau di tengah bulan purnama. Aku selalu merasa bahwa langit biru esok akan baik-baik saja, tidak ada akrobat langit yang membuatnya tampak bersedih dan suram. Aku dan aku selalu berharap bahwa dunia akan selalu tampak indah di mataku.

Mereka bilang aku egois? Bahkan mungkin ada seorang di belahan bumi sana yang tak mampu menyaksikan indahnya pesona malam. Atau tidak mampu merasakan hangatnya mentari pagi. Tidak kuasa mendengar suara-suara kicau burung yang melantunkan lagu kedamaian. Dan tidak mampu bahkan membuka jendela pengap kamar bercat putih itu. Mereka bilang aku egois? Aku kira, mungkin aku tidak pernah tau bagaimana rasanya menjadi mereka.

***


Pagi ini, aku termangu dengan keindahan ciptaan Allah yang tidak sempurna. Ia ku temukan dalam kerumuan manusia yang berlomba-lomba dalam kebaiakan. Hari ini, semua mahasiswa memindahkan barang-barang mereka untuk menetap di asrama. Tidak ada yang aneh dari kegiatan yang sudah berlangsung selama dua hari belakangan ini. Tapi sosok pria itu mengalihkan fikiranku.

Ia berjalan dengan sedikit memicingkan kakinya. Tampak sigap mengangkat barang-barang adik perempuannya. Aku tidak menemukannya dihadapan ku. Ia memilih duduk di depan asrama ini. Selintas aku memerhatikan kondisi tubuhnya. Sempurna? Tampan? Jelas merupakan impian banyak laki-laki saat ini. Tampak gagah di hadapan wanita tercinta. Atau mungkin hanya sekedar lebih memaksimalkan kebermanfaatannya bagi keluarga pertamanya. Bukan maunya? Tapi Allah lebih mencintainya dalam ketidaksempurnaan fisiknya.

Aku lagi-lagi termangu. Sepintas fikiran memaksaku mengalihkan segala fokus. Lantas aku beristighfar. Jika selama ini aku membayangkan sosok parengan gagah nan tampan dan soleh meminangku kelak. Aku membayangkan sosok yang mandiri dan penuh tanggungjawab akan membawaku pada singgah sana dunia-akhirat. Namun, saat aku memandangnya. Lantas aku merasa sangat hina. Merasa sangat tidak pantas mengharapkan apa yang selama ini aku impikan.

Mencintai ketidaksempurnaan?

Aku hanya berfikir. Apakah ia juga mendambakan sosok bidadari idaman yang kelak akan menemani sisa waktunya? Sedangkan ia merupakan pangeran yang tidak seperti dongeng-dongeng di negeri impian? Ah.. jika aku menjadi ia. Mungkin aku tidak akan pernah membayangkan yang demikian. Bagiku sempurna bukan hanya dari yang tampak, namun dari apa yang tersembunyi. Dalam fitrah suci manusia. 

Ketidaksempurnaan fisik dan kesempurnaan hati. begitulah kisah cinderella dan pangeran yang mungkin diharapkan mereka (atau bahkan kita). Menanti seseorang yang mencintainya dengan cara yang sempurna meskipun ia tidak sempurna. Bagiku itulah keindahan yang sesungguhnya. Meskipun terkadang kita tidak mengerti bagaimana menemukannya.

Bagai punuk merindukan bulan.
Bahkan bulan, tidak pernah ingin seorang diri.
Jadilah punuk menjadi teman sehidup semati.

***

“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim)

Allah Maha Indah. Maha Sempurna Keindahannya. Sudah seharusnya manusia mencintai keindahan. Merenungi indahnya ciptaan-ciptaan Sang Khalik. Namun tidak melulu sesuatu yang indah itu harus sempurna (kecuali Allah SWT). Layaknya bulan yang indah, namun nyatanya ia tidak sesempurna keindahannya yang terlihat dari jauh. Atau layaknya gunung yang gagah tetapi ia menyimpan berjuta rahasia ketidaksempurnaannya. Lantas, apakah harus sempurna untuk menjadi indah?

Fitrah itu suci. Berasal dari muara yang awalnya bersih. Tidak tersentuh oleh kotoran-kotoran duniawi. Lantas, indah dipandangan adalah akibat dari kesucian nurani. Sehingga mencintai ketidaksempurnaan adalah bentuk keindahan sejati. Tidak ada makhluk yang sempurna kecuali Allah yang Maha Sempurna. Ini sebagai pelajaran bahwa tidak ada satupun makhluk yang mampu menandingi keindahan Sang Maha Pencipta jagat raya. Lantas, apakah bisa kita tidak mencinta? Sedangkan di dunia ini tidaklah ada manusia yang sempurna. 



Bidadari yang jauh dari sempurna,
Umi Azizah M (Al_izzah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar