Gambar 1. Pemuda Baduy Dalam |
BADUY
Dalam Dekapan Kezuhudan
Lima hari lisan
ini tak pernah kering dari dzikir ‘mengingat
kebasaran Sang Khalik’. Sungguh luar biasa berada di atmosphare langit perbatasan Desa Cijahe dan Baduy Luar dalam
kegiatan cordofa leadership camp dari
Cordofa Dompet Dhuafa. Suasana damai dan tentram begitu kami rasakan tanpa
adanya hiruk pikuk kendaraan seperti di kota tempat kami berasal.
Potret kehidupan
Suku Baduy adalah kearifan lokal tersembunyi yang tidak mampu di gambarkan oleh
mesin google sekalipun. Suku Baduy menjadi cermin kekayaan Indonesia. Suku yang
ramah akan lingkungan alam dan sesamanya. Pepatah pernah berpesan, ‘berlaku
baiklah kepada alam, maka alam akan memberikan kebaikannya kepadamu’. Islam pun
mengajarkan hal yang sama dalam berbuat baik kepada sesama makhluk Allah. Maka,
Baduy adalah teladan bagi kita dalam bersahabat baik dengan alam dan ramah
kepada sesamanya. Bahkan mereka mampu menyatu dengan alam dalam dekapan
kezuhudan.
Zuhud secara
bahasa artinya meninggalkan, tidak menyukai, atau menjauhkan diri. Suku Baduy
dalam potret kehidupannya memberikan kita pengajaran berharga mengenai zuhud,
yaitu menjauhkan diri dari segala perkara duniawi. Hidup mereka jauh dari
barang-barang elektronik yang kita miliki di rumah. Berbagai hal dari kebutuhan
mendasar seperti lampu, kendaraan, televisi, radio, dan bahkan sendal sekalipun
mereka tidak menggunakannya. Mereka akan sangat mudah kita temui dijalan, tanpa
sendal, baju adat yang sangat sederhana, dan tanpa kendaraan. Betapa takjubnya
kita saat mendengar bahwa mereka berjalan kaki menuju ibukota Jakarta. Luar
biasa.
Lantas apa yang
membuat mereka mampu hidup tanpa berbagai kenikmatan duniawi tersebut? Suku
Baduy bukanlah suku yang miskin secara ekonomi. Lahan mereka terhampar
dimana-mana. Mereka juga memiliki berbagai aktivitas ekonomi untuk menunjang
perekonomian keluarga, dari bercocok tanam, menenun, hingga menjual berbagai
aksesoris khas baduy untuk para pengunjung seperti kami. Meskipun tampak
sederhana, sesungguhnya hati mereka begitu kaya dengan rasa syukur dan cukup.
Gambar 2. Kang Supri - Pemuda Baduy Dalam |
Baduy memahami
dengan baik makna zuhud yang seutuhnya. Zuhud seperti yang disebutkan Abu
Nu’aim Al Ashbahani dalam Hilyatul
Awliya’(9/258) adalah meninggalkan berbagai hal yang dapat melalaikan dari
mengingat Allah. Islam rahmatan lilalamin telah memperingati kita terkait
berbagi hal yang melenakan dunia sehingga kita lalai dengan kehidupan akhirat.
Meskipun Baduy tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya, namun mereka memaknai
makna Tuhan dengan para leluhur mereka. Baduy telah ber-muroqobah terhadap para leluhurnya. Rasa selalu diawasi para
leluhur, hingga tidak ingin membuat para leluhurnya marah, adalah alasan
mengapa mereka mampu bertahan dalam kesederhanaan dunia. Baduy menjadi teladan
kejujuran dalam menjalankan segala bentuk keta’atannya kepada para leluhur yang
tidak juga mereka lihat.
Maka, disinilah
kita mengambil hikmah dalam kezuhudan Suku Baduy (red: dalam ataupun luar).
Zuhud bukan karena kekurangan harta, namun karena rasa cintanya kepada para
leluhur mereka. Kita seharusnya lebih mampu ber-muroqobah kepada Allah. Itulah ihsan. Ber-ihsan dalam kezuhudan
dunia, meninggalkan berbagai hal yang melalaikan kita dari mencari keridhoan
Allah. Wallahualan [] (Al_izzah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar