Kamis, 23 Januari 2014

DEAR ANFA – Kado Terakhir untuk Sahabat ku –


DEAR ANFA
(Kado Terakhir untuk Sahabat ku)

Dear Anfa..

Anfa ku sayang, bagimana kabarmu? Dan kabar kuliah mu disana?

Semoga selalu sehat wal-afiat dandi lancarkan segala urusan kuliah mu. (Aamiin O:))

Tak terasa yah fa, sudah 1 tahunkita tak bersua. Padahal kita masih berada di satu kota yang sama hanya saja dunia baru kita mebuat sekat yang lebih kuat.

Anfa.. aku merindukan mu,merindukan ukhuwah kita di masa-masa SMA dulu. Tau kah kamu fa? Hampir setiap malam belakangan ini aku nangis kalo inget semua tentang kita. Entahlah.. ada halapa yang membuat aku sangat merindukan mu.

Sahabat ku tersayang..
Jika ada waktu nanti, InsyaAllah aku kan nginep di rumah mu. Aku ingin mendengar ribuan kisah tentang dunia baru mu. Pasti menyenangkan mendengar nya. Aku akan hadir di hari yang istimewa untuk mu. Tunggu aku yah fa.
Aku harap kamu membalas ribuan ke rinduan ini dan memberikan kabar baik untukku..

Dari sahabat yang merindukan mu.

Khaulah

Berkali-kali Khaulah buka danberulan-ulang dia pastikan anfa membalas e-mail yang telah sebulan lalu di kirimnya.Entah mengapa sampai hari ini dia belum sedikit pun menyentuh surat itu. “Adaapa dengan mu fa?” lirih nya dalam hati. Dengan penuh rasa kecewa Khaulah hanyamengela nafas panjang dan menutu laptop nya dengan ribuan harapan nanti malam atau besok atau lusa, ia mausedikit saja membalas semua kerinduan itu. Ah.. si Sabar Khaulah terlalumerindukan nya.

***

Senja yang temaram membuat langit begitu anggun dengan jingga nya. Sore yang indah dengan ribuan perasaan yang terpendam. Rasa lelah, suntuk, kecewa, bingung, cemas dan kerinduan menjadisatu kesatuan. Yah.. persis dengan senja kali ini, ribuan rasa yang di kandung sang langit membuat nya begitu indah bukan malah meperburuk oase jingga di atas sana. Seharusnya manusia pun seperti itu. Hal yang selalu Khaulah pelajari darisi cantik Anfa, “beribu perasaan yang kita kandung bukan membuat kita membisu dan lusuh melainkan menjadikan kita kuat dan kembali bersemangat menyambut masalah yang lebih besar. Yakin lah kita pasti bisa melewati ini semua!!” Serunya penuh semangat tepat setengah tahun yang lalu. Kata-kata penuh semangat yang ia lontarkan saat ratusan jiwa bahkan jutaan jiwa menggigil ketakukan menghadapi Ujian Nasional, tapi bagi Anfa, Tidak ada alasan untuk takut.

“ tut... tut... tut...”
Getar hanphone jadul yang masih terlihat baru itu membuyarkan semua lamunan Khaulah. Senja masih menemaninya di sudut taman kampus ternama ini.
“Assalamualaikum.. Halo ini Khaulah?.” Sapaan yang begitu lembut di lontarkanoleh seorang wanita di sebrang sana.
“Waalaikumussalam.. iyah ini aku, Maaf ini siapa?.” Balas nya penuh keraguan karna di layar hanphone jadulnya, nomer ini tak memiliki nama, “siapakah gerangan? Suara nya begitu femiliar.. apakah ini??” hati Kahulah berdegub kencang dan..
“Anfa la.. Maaf yah khaulah sayang aku belum sempat balas email mu.Alhamdulillah Allah masih berikan ku waktu yang cukup untuk menyapa mu.. kamu apa kabar sahabat terbaik ku?”suara itu tidak lembut, tapi seperti begitu lemah.“Alhamdulillah aku baik Anfa. Ada apa dengan mu fa? Kamu terdengar berbeda?”tanya nya penuh kehati-hatiaan. Yah.. Anfa mengerti tentang pertanyaan itu danjawaban atasnya, tapi dia masih seperti yang dulu. Begitu tertutup.
“ Aku baik khaulah. Suara ku memang lagi serak saja. sudah dulu yah fa, adadosen ku masuk. Wassalamualaikum. Aku merindukan mu juga Khaulah.” “Wa waalaikumussalam.”
“tut.. tut.. tut..” belum sempat salamdan kerinduan itu di balas, suara di sebrang sana telah di putuskan. Seketika bibir khaulah membisu, mematung tanpa sedikit pun berkedip, hanphone itu masih tepat berada di sebelah kanan telinga nya. Semilir angin senja membuat suasana hatinya semakin meleleh hingga tanpa sadar berlian air mata yang biasa nyajatuh di sepertiga malam, kini jatuh di penghujung senja. Masih di sudut taman kampus, sendirian.


***

Pagi ini mentari menyapa penuh kehangatan. Ah seperti membawa kabar baik untuk Khaulah. Kabar baik untuk semua rencana nya hari ini. Rencana kecil untuk mewujudkan kebahagian sahabat nya.Mulai dari pulang kampus nanti, dia ingin memborong semua keperluan untukkejutan dua hari lagi untuk Anfa, kejutan kecil namun yang teristimewa. Maklumsaja, Khaulah yang begitu perhatian dengan sahabat nya itu selalu punya hal-halyang membuat Anfa tersenyum bahagia.

Benar saja, sepanjang jam kewarganegaraan tadi, Khaulah tak henti-hentinya memikirkan akan ke toko mana saja untuk membeli semua keperluan nya. Sangking semangat nya, ia mencatat detail-detail toko-toko di sepanjang jalanan kampusdan mencatat detail-detail pula apa yang akan di beli nya. Tapi Alhasil, mau dicatat pun tetap saja hampir semua toko di sepenjang jalan kampus satu persatu di satroni oleh Khaulah. Entah sebanyak apa barang-barang yang akan dia beli. Lihat saja, di tangan kiri telah menjinjing buku-buku kesukaan nya (maklum sedang bazar, jadi tidak ada kata menunda untuk mebeli buku-buku karangan Darwis Tere Liye kesukaan nya) dan satuhal yang tak pernah dia lupa dengan tujuannya hari ini, yah.. tepat sekali, ditangan sebelah kanan nya telah penuh dengan beban kebahagian untuk sahabat tercinta nya Anfa. Dari mulai semua bahan-bahan membuat kue bolu, jilbab berwarna biru kesukaan Anfa dan satu benda kesukaan Anfa yang sampai hari ini belum mampu ia wujudkan, benda itu begitu sederhana—sesederhana jiwa seorang Anfa.


Senja kali ini cukup mendung,entahlah apa yang sedang di rasa oleh sang langit di atas sana. Selepas dari toko Mang ujang yang terkahir Khaulah satroni untuk membeli benda teristimewa untuk Anfa, Khaula bergegas melarikan diri kembali ke kos-an nya.
“Wah mau hujan nih neng, masih nyari barang apa neng?” Dengan bahasa Sunda nyayang khas, Mang Ujang menyadarkan lamunan Khaulah. Ah Khaulah lagi-lagi melamun disembarang tempat. “Oh iyah Mang Ujang saya lupa. Sudah deh Mang Ujang ini aja. Nanti kalau ada yang belum di beli saya ke sini lagi InsyaAllah.” Khaulah bergegas membereskan barang-barang nya yang berserakan di tempat kasir. “Iyah neng monggo saja, begitu lebih baik.” Mang Ujang adalah pemilik toko yang paling baik, toko kecil sederhana miliknya memuat begitu banyak barang yang tidak di duga-duga. Yah.. seperti salah satu barang yang Khaulah cari untuk Anfa.
“Iyah deh Mang Ujang. Atur nuhun Mang.” Senyuman manis Khaulah yang terakhir melepaskan pertemuan dengan Mang Ujang, senyuman itu adalah rasa terimakasih Khaulah ke Mang Ujang karena benda teristimewa yang selama ini dicari akhirnya ditemukan. Dengan segudang jurus kilat, Khaulah langsung menghamburkan langkah menuju kos-kosan nya dengan berjuta rasa lega. Tapi malam ini, masih ada ribuan rencana kecil yang akan di rancang Khaulah. Dan salah satu rencana nyaadalah berkoordinasi dengan mba Husna (kakakAnfa) tentang kejutan kecilnya.

“Assalmaualaikum mba Husna.Khaifa haluk mba ku yang cantik?”Bagi Khaulah bisa kembali menghubungi keluarga Anfa adalah kebahagian luar biasa. Bagaimana tidak? Keluarga itu telah di kenalKhaulah selama 3 tahun Ia bersahabat dengan Anfa dan ternyata semua kesibukannya telah membuat komunikasi antara Khaulah dan keluarga Anfa putus selama hampir setahun belakangan ini. Miris memang.
“Waalaikumussalam Khaulah. Alhamdulillah mba baik sekali. Kamu apa kabarnya la?Sudah lama nih tidak main ke rumah?” suara mba Husna masih selembut dulu. Mba Husna adalah Muslimah yang cantik, seorang Ibu yang lembut bagi kedua anaknya,seorang istri yang solehah bagi suaminya, dan seorang anak yang berbakti bagiumi dan abinya. Yah.. terlihat sangat sempurna di mata Khaulah, sampai mba Husna adalah salah satu sosok inspirasi atas jilbab panjang nya kini. Keluarga Anfa, adalah keluarga yang penuh inspirasi bagi nya.
“Wah Aku juga baik sekali mba. Oh iya, gimana kabar nya Anfa mba? Dan gimanajuga kabar Umi dan Abi di rumah?” Penuh dengan rasa ingin tahu.
“Alhamdulillah kabar Umi dan Abi dan baik. Dan Anfaa..” sejenak mba Husnaberfikir tentang satu jawaban yang belum saat nya untuk Khaulah mengetahui nya.
“Anfa kenapa mba?” Suara mba Husna yang tiba-tiba saja berhenti membuat nyapenuh rasa curiga dan cemas. Semakin penasaran.
“Eh.. engga ko dek, Anfa juga baik.”Wanita yang satu ini begitu pintar memainkan nada suara nya, sehingga begitu terdengar sempurna di telinga Khaulah untuk meyakinkan nya bahwa semua baik-baik saja.
“Oh.. Alhamdulillah kalo gitu mba. Oh iyah nih mba, dua hari lagi kan Anfa milad (ulang tahun-red) mba, aku punya kejutan istimewa nih mba buat dia. Mbadan keluarga ada di rumah kan?”Pertanyaan yang terlalu polos seperti memang tidak mengetahui apapun yang sebenarnya terjadi.
“Wah kejutan apa nih dek?”
“Ada deehh mba. Kejutan buat Anfa dan keluarga di rumah nanti.. Hehehe.”
“Iya deh kita tunggu kejutan mu.”Untuk kali ini mba Husna menahan isak tangisnya, “Ah Adik ku sayang, andai kamu tahu?” lirih mba Husna di dalam hatinya.
“Sip sip mba. Syukran yah mba. Semoga keluarga di sana selalu dalam lindungan Allah dan selalu di berikan kesehatan yang berlimpah. Wassalamualaikum.”Percakapan yang diakhiri dengan rasa bahagia bagi Khaulah. Tapi..“Waalaikumussalam. Aamiin yaa Allah.” Permohonan doa yang begitu dalam dariseorang kakak untuk adiknya. Bagi mba Husna itu adalah doa termahal yang saatini mereka butuhkan.


***

Pagi ini mendung menyelimuti kotakecil itu. Di beberapa daerah mungkin saja sudah hujan lebat karena dari pojok kamar kosan Khaulah, dari celah-celah kaca yang tak tertutupi jendela terlihat dengan jelas semburat kilat menggagah kan cahaya nya di langit yang sedang dirundung duka. Entah, perasaan apa yang sedang di kandung sang langit.

Sungguh berbeda dengan segudang bahagia yang memenuhi hati wanita penuh sabaritu. Yah Khaulah masih dengan sabar dan telaten menghias kue terbaik buatan nyadengan alat seadanya yang di miliki ibu kos-kosan nya. Yah.. seadanya tapi dibuat dengan tangan tulus yang membuatnya menjadi begitu sangat istimewa.Mungkin lebih istimewa di banding dengan kue-kue di toko yang di jual dengan harga selangit namun di buat hanya dengan tangan-tangan yang sekedar menyelesaikan pekerjaan nya, tidak lebih tidak kurang.
“Yeeyy Selesai...” Rasa lega menyelimuti hatinya. Berjuta khayalan tentang rencana-rencana kecil nya nanti sudah terbayang-bayang di fikirannya.

Langit masih mendung. Tanpa sadar setetes demi setetes berlian air nya telahturun menjamah bumi. Khaulah masih saja sibuk menyiapkan ini, menyiapkan itu tanpa rasa lelah sedikit pun. Selepas membereskan semua keperluan nya, Khaulah mengintip dunia luarnya lewat jendela di pojok kamarnya. Ah.. hujan telah lebat membasahi kota kecil itu. Dan hati nya mulai bergeming, “Allahumma SoyyibanNafi’an..” Doa nya untuk keberkahan hujan hari ini dan lirih hatinya berdoa, “YaAllah.. semoga Engkau berikan yang terbaik untuk hari ini. Rencana Mu yang terbaik lebih dari rencana milik ku. Aamiin.”Tiba-tiba..

Tuutt.. Tuutt.. Tuutt...
Getar hanphone di saku gamis jingganya membuyarkan kembali lamunan Khaulah. “Ah.. siapakah gerangan?Nomor ini?!” Khaulah tersentak kaget saat ia sadar dengan nomor hanphone yang menghubungi nya. Yah.. nomor yang pernah membuatnya terpaku saat di taman kemarin lusa.
“Assalamualaikum. Anfa? Kamu kah ini?” Dengan sigap Khaulah langsung menebak siapa penelpon itu.
“Waalaikumussalam Khaulah.. ii iya ini aku. La, aku mau bilang sesuatu samakamu.” Suara itu semakin lemah. Begitu banyak yang terpendam di dalam hatiAnfa. Rasa dan berjuta kata yang ingin secepatnya di ungkapkan saja pada siapapun yang ingin ia ungkapkan.
“Iyah Anfa sayang, kamu nangis yah? Jangan nangis fa. Kamu mau bilang apa?Bilang aja fa.” Rasa khawatir mulai mencekam Khaulah. Entah apa yang ada difikiran nya kini, seperti tidak ada yang mampu di fikirkan nya lagi. Yah..karena dia tak mengetahui apapun.
“La, Aku mau minta maaf sama kamu. Aku bersyukur sekali punya sahabat sebaik kamu. Begitu banyak hal yang udah kita lewati la. Banyak sekali. Begitu banyak cerita yang udah kita buat. Dan semakin berat untuk terus di kenang. La, Jika memang pertemua kita karena Allah, maka aku yakin jika nanti kita berpisah pun karena Allah. Iya kan La? Aku bukan benci sama kamu La. Tapi sepertinya hari ini kita akhiri saja semua nya yah. Aku yakin kamu ingin aku bahagia, tapi aku udah bahagia dengan sahabat ku yang lain. Dan semoga kamu pun bahagia dengan sahabatmu yang baru. Aku melakukan ini karena Allah La, karena Aku ingin jika di surga nanti kita akan tetap bersua. Jazakillahu Khairan Katsiran (Semoga Allahmembalas semua kebaikan mu) Khaulah sayang. Ana Uhibbuki Fillah (Aku mencintai mu karena Allah), semoga kita bertemu kembali di jannah Nya. Aamiin. La, jaga kesehatan mu yah. Hujan lebat, tak perlu ke rumah ku.Wassalamualaikum.” Seketika “Tut.. Tut.. Tut..” Suara parau Anfa berganti dengan nada yang menandakan bahwa percakapan terakhir mereka berakhir sampai disini. Sampai di sini. Entah, apa yang sekarang sedang di rasakan Khaulah. Dipojok kamarnya, masih dengan sigap menatap jendela kecil milik nya, di temani dengan ribuan bahkan jutaan air mata sang langit, berlian air mata Khaulah menangis tak terbendung. Jutaan kenangan, kekabraban, dan bayang-bayang kebahagian tentang hari ini sirna begitu saja. Bahkan dia pun sampai tak sempat menyampaikan doa di hari ulang tahun sahabat terbaik nya itu.

“Ya Allah.. apa yang ingin Engkauceritakan? Aku tahu sekarang mengapa langit menangis, yah.. karena hatinya taklagi tahan membendung jutaan perasaan kecewa, sedih, duka dan kehilangan..”

Siang itu juga, di tengah jutaan air hujan yang masih mebahasi bumi. Khaulah memutuskan untuk tetap ke rumah Anfa. Dengan berbagai persiapan yang telah ia siapkan untuk sahabat nya, dan berbekal sepeda motor butut pemberian ayah nya sekitar 5 tahun yang lalu, dan sekelebat jas hujan ala kadarnya ia kenakan,yah.. yang terpenting bagi nya adalah semua kejutan untuk sahabat tercinta nyatidak hancur oleh hujan. “Anfa.. Maaf kan aku.” Lirihnya dalam hati.

Sepanjang jalan menuju rumah Anfa air mata Khaula terus menetes. Ah.. utunglah hujan, siapa pula yang bisa membedakan mana air mata dan mana air hujan. Semua orang sudah terlalu sibuk dengan keluh kesah nya masing-masing menerpa hujan daripada harus memperhatikan seorang wanita dengan motor butut nya terus saja menangis terisak. Padahal ia tahu, bahwa perjalanan yang akan dia tempuh masih begitu panjang. Masih terlalu jauh. Tapi hatinya tak lagi perduli, tak mampulagi membedakan jarak, bagi Khaulah yang ia rasa kini adalah rasa ketidakpercayaan nya terhadap kata-kata sahabat nya itu. Masih terngiang dan akan terus tergiang,

“..... Aku bukan benci samakamu La. Tapi sepertinya hari ini kita akhiri saja semua nya yah. Aku yakinkamu ingin aku bahagia, tapi aku udah bahagia dengan sahabat ku yang lain. Dansemoga kamu pun bahagia dengan sahabat mu yang baru.....” Ah.. hati wanita ituterlalu lemah. Apalagi masalah perasaan dan kasih sayang. Begitu menakjubkan.



***


Rumah bercat biru itu masih tampak sama dengan setahun yang lalu. Tak ada yang berbeda dan tak ada sedikit pun yang berubah dari sisi luarnya. Dengan basah kuyup, Khaulah mengetuk daun pintu berwarna coklat itu.

tok.. tok.. “Assalamualaikum..” tubuh Khaulahmenggigil. Begitu jelas terdengar dari suara nya saat terus mengucap salam.“Assalamualaikum.. Anfaaa..”
“Waalaikumussalam.. Iya sebentar..” sahut seorang wanita dengan suara khasnya.Ah sudah sangat Khaulah kenal suara itu. “Mba aa Husna.. Aku Khaulah mbaa aaa,beerrhh..” tubuh itu semakin menggigil. Yah.. Khaulah berhasil menyelamatkan semua benda-benda dan kue ulang tahun untuk Anfa tapi sayang sekali, dia tak berhasil melindungi diri nya sendiri. Ah Khaulah.. selalu saja rela berkorban untuk sahabat tercinta nya.

Tak lama pintu itu pun di buka. Benar saja tebakan Anfa, suara yang barusan saja menjawab salam nya adalah Mba Husna. Ternyata rumah ini begitu sepi.Bagian luar dan dalam nya tak sedikit pun ada yang berubah. “Setahun silam taksama sekali ada perubahan? Ada apa gerangan dengan keluarga ini?” Menggigil sudah semua bagian tubuh Khaulah begitupun dengan hatinya, menggigil dengan perasaan khawatir.
“Anfa mana mba, Anfa kemana? Ko sepi sekali mba? Yang lain kemana mba?” Rasa ingin tahu itu membawa nya menelusuri seisi rumah dan alhasil ternyata benar,tak ada seoran pun di rumah itu kecuali mba Husna dan kedua bayi kecil nya yangsedang terlelap menikmati sejuknya hujan siang itu.
“Khaulah kamu basah kuyup seperti itu? Pakai dulu handuk ini dek.” Pinta mbaHusna yang terus mengejar-ngejar Khaulah. Tanpa sadar, tubuh nya yang basah telah membasahi sebagian sisi rumah itu. Dan di satu kamar terakhir, Khaulah tertegun dan akhirnya berhenti dari pencarian nya. “Mba, Anfa dan yang lain kemana?” Khaulah memeluk tubuh nya yang semakin menggigil tepat di depan pintu kamar Anfa yang terbuka dan tak ada seorang pun yang ia temukan kecuali mba Husna.
“Sini dek masuk kamar Anfa dulu, biar kamu ganti baju dulu pakai bajunya Anfa,biar nanti mba ceritakan yang sebenarnya.” Ajak mba Husna sembari memapah Khaulah masuk ke kamar Anfa.

Sejurus kemudian Khaulah telah mengganti baju nya dan mba Husna pun kembali dengan membawa kan segelas wedang jahe hangat kesukaan Anfa. Suasana nya begitu berbeda, rumah ini seperti telah lama tidak di huni lagi. Begitu asing. Jelassaja, sudah setahun yang lalu Khaulah tidak lagi mengunjungi rumah ini.
“Mba..” Tatapan tajam Khaulah menghujam mata mba Husna, dan tepat sekali tatapan itu membuat hati mba Husna luluh untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Dek, mba mau minta maaf sebelum nya ke kamu..”Suara itu terhenti, isak tangis telah menggantikannya. “Mba, kenapa Anfa mengakhiri persahabatan kita? Kenapamba?”Dengan beribu rasa penasaran membuat Khaulah terus menatap wajah parauitu.
“Mba tahu ceritanya dek. Anfa bicara ke kamu di tadi pagi pada saat mba membawakan sarapan untuk umi ke rumah sakit.” Suara itu lagi-lagi terhenti,isak tangis kembali menggantikannya.
“Apa? Rumah sakit? Siapa yang sakit mba? Umi sakit? Apa Abi yang sakit? Siapa mba?” Seketika tangan itu mengguncang-guncang tubuh lemah mba Husna.
“Ah bukan sayang.. Sahabat mu yang sedang sakit. Di.. dia sebenarnya tidak sungguh-sungguh mengakhiri persahabatan kalian. Dia hanya tidak ingin kamu khawatir dengan kondisi nya saat ini. Kamu tahu kan dek, dia tidak ingin dikasihani siapapun, termasuk kamu dan teman-teman kampus nya yang lain.” Isakitu seketika membuncah. Tak terhankan lagi.
“Apa?? Anfa sakit? Sakit apa mba? Dia sakit apa?” Air mata ini pun ikut membuncah. Kamar ini, seperti penuh dengan lautan air mata.
“Dia lumpuh dek. Sebulan yang lalu, sepulang dari kegiatan Mapala (MahasiswaPencinta Alam) di kampus, ia terpeleset di curug saat akan menanjak naik keatas. Kepala nya membentur batu curug yang cukup besar. Saat itu juga doktermenyatakan dia lumpuh dan ada pembekuan darah di otak nya. Sampai saat ini, diasama sekali tidak mengikuti kegiatan di kuliahnya lagi. Dia masih dalamperawatan di rumah sakit. Kondisi nya yang lumpuh membuatnya berhenti untuk ketemu kamu dek. Dia fikir, kondisinya nanti hanya akan menyusahkan kamu saja.”
“Apa? Anfaa...” Seketika bibir itu membisu tak mampu ungkapkan apapun dari cerita mba Husna tadi. Yang ada di fikirannya saat ini adalah Ia harus bertemuAnfa segera. Sekarang juga.
“Anfa di rawat dimana mba?” Khaulah bergegas membereskan benda-benda kejutannya, berharap saat tiba nanti dia bisa memberika yang terbaik untuk sahabatnya. Walau hanya kejutan sederhana di hari ulang tahunnya.
“Kamu mau kemana dek? hujan nya masih deras sekali.” Mba Husna mencoba mencegah Khaulah karena kondisi di luar masih begitu mengkhawatirkan.
“Engga bisa mba, aku harus bertemu Anfa sekarang juga.” Khaulah telah kembali mengenakan jas hujan milik nya. Bergegas melarikan diri di tengah hujan menujurumah sakit dimana Anfa di rawat.
“Di rumah sakit Permata dek.” Dengan terpaksa mba Husna melepaskan kepergian Khaula untuk menemui Anfa. “Hati-hati dek, di jalan licin.” Pesan terakhir danteramat penting untuknya.
“Assalamualaikum.” Buummm.. dengan kecepatan semampu nya, Khaula terus menerjang hujan berharap Allah pertemukan Ia dengan sahabat terbaik nya, walauitu merupakan pertemuan yang terakhir.

Perjalanan kedua ini tidak jauh beda dengan perjalanan Khaulah saat ke rumah Anfa tadi. Khaulah si tukang melamun terus saja memikirkan Anfa. Ah dia masihseperti dulu, masih begitu perhatian. “Anfa, kamu kenapa begini? Kamu kenapa gak sama sekali kasih kabar ke aku tentang kondisi mu saat ini. Padahal dulu saat pertemuan kita yang terakhir, kita udah janji akan sama-sama kasih kabar tentang apapun yang terjadi. Tapi ternyata.. Ya Allah, ini semua salah ku, aku yang begitu sibuk dengan dunia ku yang baru. Anfaa aku minta maaf.. Padahal semua persahabatan ini telah kita gantungkan atas keimanan kita sama Allah, yah Ukhuwah ini tidak sama sekali menuntut kesempurnaan fa, tidak, aku engga perduli kamu seperti apa saat ini, aku engga perduli, aku sayang sama kamu sebagai sahabat terbaik ku. Tapi kenapa kamu punya fikiran seperti itu Anfa?Anfaa aku minta maaf belum bisa menjadi sahabat yang baik untuk mu.” Air matadan lamunan nya masih terus berderai, sepanjang perjalanan kali ini benar-benardi isi dengan lamunan. “Ya Allah.. sampaikan aku pada saudara ku yaa Rabb. Akuingin meminta maaf langsung padanya.” “ Anfaa tunggu aku.. anfaa aku minta maaffa, maafin aku..... “Braaaaaaaggggggggggg” Anfaa..” Seketika motor butut itu terpelanting sejauh lima meter dari tempat nya semula, wanita yang penuh lamunan dan berderai air mata itu telah bersimbah darah menabrak sebuah trukpengangkut barang dari arah berlawanan. Sungguh malang sekali nasib Khaulah, padahal hanya tinggal 5 menit lagi dia sampai di rumah sakit Permata. Bertemu sahabatnya tercinta. Merayakan ulang tahun sahabat nya dengan suka cita.Memberikan benda teristimewa untuk Anfa. Memeluk nya erat-erat karena kerinduanyang terdalam. Namun kini semua lamunan nya berubah menjadi takdir Allah yang tak bisa di elak kan. Yanh.. dia memang sampai kepada tujuan nya. Benar-benar sampai namun dengan kondisi yang telah berbeda.

***

Jutaan perasaan Khaulah kini menjadi tanggungan Sang Pemilik Langit. Kecelakaan itu telah merenggut semua kehidupannya. Begitu pun dengan semua kejutan terindah untuk sahabat nya. Tepat saat Ashar berkumandang tubuh itu di di solatkan di rumahnya. Semua jerih payah nyahari itu menag telah hancur namun kasih sayang dan perhatian untuk sahabat tercinta nya tidak akan pernah lekang oleh waktu. Dan satu benda teristimewa dari nya untuk Anfa telah sampai ke tangan Anfa.
“Mba Husna, apa yang sebenarnya terjadi dengan Khaulah mba? Kenapa kalian semua menagis?”
kali ini Anfa begitu merasa bersalah dengan kata-kata nya tadi siang.
“Fa, kamu yang tabah yah, Khaulah udah nunggu kamu di surga. Dia udah titip pesan ke kaka untuk buka email kamu.” Isak tangis mba Husna membuncah. Ribuan penyelasan telah mebiarkan Khaulah menemui Anfa bergekayut tanpa henti, tapi wanita solehah itu selalu sadar, bahwa sehebat apapun manusia tidak akan bisa melawan takdir.
“Maksud mba apa? Mau ngapain dia nunggu aku di surga sekarang mba? Mba jelasin ke aku cepetan.” Rasa penasaran Anfa berakhir dengan air mata kebingungan.Bagaimana tidak? Seisi ruangan itu menangis tersedu-sedu. Seperti kehilangan orang yang paling mereka cinta.
“Anfa sayang, Khaulah sudah meninggal. Tadi siang dia datang ke rumah, mba ceritakan semua kondisi kamu ke dia. Terus dia memaksa untuk menemui mu kesini, dan mba mengijinkan nya. Tapi ternyata di sepanjang perjalanan tadi Allah brekhendak lain Fa, Khaulah kecelakaan, dia menabrak sebuah truk saat hujanlebat.” Sungguh, tidak ada yang tahan mendengar cerita itu. Termasuk Anfa sendiri. Banyak hal yang membuat nya menagis, selain kehilangan sahabat terbaiknya, hal menyedihkan lainnya adalah mengapa perpisahan mereka terjadi disaat persahabatan mereka seperti ini. Mengapa? Yah.. hanya itu yang kini memenuhi isi fikiran Anfa.
“Khaulah.. maafin aku..” berlian air mata hari itu membuncah ruah. Namun langitdi atas sana telah mengehentikan tangisnya. Senyum ceria menerima kedatangan penghuni langit baru berhati mulia.

“Khaulah, Aku akan menyusul mu di surga nanti. Tunggu aku Khaulah sayang.” “YaAllah, Rahmati lah Ukhuwah ini, hingga di jannah Mu nanti, Aamiin.” Doa itu begitu terdengar lirih. Wanita anggun berjilbab hitam di kursi roda itu terussaja mengelus-elus batu pusara yang masih basah itu. Pusara yang bertuliskan“Khaulah binti Hanjar”. Pusara muda sangat muda. Wanita solehah, cantik,pintar, baik dan penuh kesabaran telah mengisi liang pusara itu. Semoga Allah meRahmati kehadiran nya dilangit. Aamiin.

Dear Anfa tersayang..

Sebelumnya aku mau ucapin. Happy milaaad sahabat ku. Barakallah fii umriik(Berkah Allah atas umur mu). Semoga Allah melanggengkan persahabatan danukhuwah ini hingga di jannah Nya. Aamiin O:) Doa lainnya dalam hati aja yah fa,biar lebih makbul. Hihi.

Anfa..
Kenapa kamu bilang begitu? Anfan gak boleh bilang begitu untuk persahabatan kita. Engga boleh Anfa. Kita akan tetap menjadi sahabat sampai kapan pun fa.Sampai kapan pun.
Maafin aku fa, kalau semua ini karena salah ku, aku belum bisa menjadi sahabatyang baik buat kamu. Maaf yah fa. Semoga Allah membalas semua kebaikan mu saatini.

Anfa..
Kalau saat kamu baca ini aku udah ga ada, jangan pernah lupain persahabatan kita yah. Sungguh, kita masih tetap dan akan tetap menjadi sahabat hingga disurga nanti. Semoga Aamiin.
Aku tunggu kamu di sini fa, di pemberhentian terakhir manusia, di tempat terindah,dimana tidak ada kesibukan, jarak dan waktu yang memisahkan persahabatan kitalagi. Janji yaa fa, aku tunggu kamu disini..

Anfa ku sayang, aku rindu mau ketemu kamu. Jazakillah khairan katsiran juga fa.Khaula Uhibbu Anfa Fillah.. See you in Jannah :* ({})

Dari sahabat mu tersayang

Khaulah

Airmata Anfa terus mengalir mengakhiri email yang di baca nya. Yah.. email itu adalah email terakhir yang dikirim Khaulah sebelum ia memutuskan pergi ke rumah Anfa. Email balasan untuk telepon Anfa yang ia tak sempat bericara sepatah katapun.
“Khaulah aku merindukan mu..”

***

Yah..Penyesalan hanya akan menjadi penyesalan. Percayalah, mereka adalah sahabat muyang tak pernah menuntut kesempurnaan atas mu. Hanya saja, ia ingin kau anggapsebagai sahabat. Hanya itu.. genggamlah tanga sahabat mu itu, karena padawaktunya nanti kamu akan benar-benar kehilangan mereka di dunia ini. Sebelumterlambat kawan.

*teruntuk sahabat ku dari hati yang terdalam
created by Umi Azizah Martina
twitter : @Al_azizUmmi
fb : Ummi Just Ummi
blog : goresangalaupositif.blogspot.com / catatangurukecil.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar