Gambar 1. Menutup mulut |
Bukan DIAM itu EMAS
Siang
ini matahari bersinar lebih gagah. Panas membuat baju basah kuyup oleh
keringat. Hawa panas pun membuat tenggorokan dan bibir terasa kering. Satu dua
orang berusaha menormalkan suhu badan dengan membeli minuman dingin. Tapi sayang,
banyak dari penumpang angkutan umum yang membuang sampah sembarang melalui jendela atau pun di bawah kursi mereka. Selain itu, asap rokok mengepul dari
balik kemudi sang supir sedangkan di kursi sebelahnya duduk seorang ibu dengan
anak balitanya. Suasana angkutan umum begitu sesak. Panas semakin terasa
merasuk kedalam hati. Namun, saya hanya terdiam di pojok angkutan umum, sembari
banyak beristigfar. Memilih hanya diam
dan memendam rasa kesal. Padahal saya tahu, jika perbuatan mereka tentu bukanlah
perbuatan yang baik bagi lingkungan dan orang lain.
******
Kondisi
di atas adalah fenomena yang sering terjadi di kalangan para dai dan aktivis
dakwah. Banyak dari kita yang lebih memilih menjauhi konflik daripada kita
sedikit terlibat untuk sekadar mengingatkan. Banyak juga dari kita yang tahu
bahwa perbuatan saudara kita itu salah, namun kita memilih diam sambil memendam
rasa kecewa. Banyak juga dari kita yang melihat kemungkaran di depan mata,
namun kita lebih memilih zona nyaman,
tidak mau ambil pusing atau bahkan sedikit memberi saran. Apakah
seperti itu makna Diam adalah Emas?
Rasululullah SAW selalu mengingatkan kita
untuk menjaga lisan. Lisan adalah senjata bagi setiap orang. Dengan lisan kita
dapat melukai namun dapat pula mengobati. Menjaga lisan bukan berarti membiarkannya
terkunci mati, melainkan menggunakannya dengan sangat bijak. Seperti yang disampaikan
oleh tauladan langit kita, Rasulullah SAW, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47).
Berkatalah
yang baik, jika kau tidak mampu berkata baik, maka diamlah.
Itulah makna sebanarnya Diam adalah Emas. Mengingatkan dengan cara yang baik, memberi saran dengan cara yang baik, berdebat jika dibutuhkan dengan cara yang baik adalah cara kita menjaga lisan. Maka jika hanya sekadar ingin mencaci-maki orang lain, menjelek-jelekkan orang lain, meng-ghibahkan orang lain, diam adalah pilihan terbaik untuk menghindarinya.
Itulah makna sebanarnya Diam adalah Emas. Mengingatkan dengan cara yang baik, memberi saran dengan cara yang baik, berdebat jika dibutuhkan dengan cara yang baik adalah cara kita menjaga lisan. Maka jika hanya sekadar ingin mencaci-maki orang lain, menjelek-jelekkan orang lain, meng-ghibahkan orang lain, diam adalah pilihan terbaik untuk menghindarinya.
Ami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Tidak ada
perkataan yang bersifat pertengahan antara bicara dan diam. Yang ada, suatu
ucapan boleh jadi adalah kebaikan sehingga kita pun diperintahkan untuk
mengatakannya. Boleh jadi suatu ucapan mengandung kejelekan sehingga kita
diperintahkan untuk diam.”
Diam
bukanlah Emas saat kebaikan yang seharusnya tersampaikan terhambat oleh rasa
enggan (apatis) dan rasa kecewa yang medalam. Maka berkatalah yang baik untuk
mengubah kemungkaran dan mengajak kepada kebaikan. (Al_Izzah)
Alhamdulillah, artikel berkesempatan tampil dalam :
Website resmi Cordofa Dompet Dhuafa ( http://cordofa.org/bukan-diam-itu-emas/#sthash.hp4H9t3N.dpbs )
Dan Website resmi LDK AL-HURRIYYAH IPB : (http://alhurriyyah.lk.ipb.ac.id/2016/04/bukan-diam-itu-emas/)
semoga bermanfaat..
Website resmi Cordofa Dompet Dhuafa ( http://cordofa.org/bukan-diam-itu-emas/#sthash.hp4H9t3N.dpbs )
Dan Website resmi LDK AL-HURRIYYAH IPB : (http://alhurriyyah.lk.ipb.ac.id/2016/04/bukan-diam-itu-emas/)
semoga bermanfaat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar